Tak Berkategori

resensi : Bulan Terbelah di Langit Amerika

tumblr_inline_n799v5HN1t1r7q8v1

Sebelumnya resensi buku ini telah saya post di akun http://hennydb.tumblr.com/post/88949599106/resensi-bulan-terbelah-di-langit-amerika saya. Karena kemarin hari minggu tanggal 26 Oktober 2014 berkesempatan menghadiri book signing bersama Mbak Hanum dan Mas Rangga, jadinya saya post lagi resensi buku ini dengan bonus foto narsis bareng penulis buku ini.

Ini adalah buku ketiga dari Hanum Salsabiela Rais dan merupakan buku kedua yang ditulis bersama suaminya, Rangga Almahendra. Setelah sukses dengan ‘99 Cahaya di Langit Eropa’ dan ‘Berjalan di Atas Cahaya’ Hanum kembali melahirkan ‘Bulan Terbelah di Langit Eropa’ yang merupakan sebuah novel tapi tetap tidak kehilangan makna religius yang ingin disampaikan.

Cerita di buak dengan tragedi yang terjadi di New York pada tanggal 11 September 2001 yaitu tragedi hancurnya WTC, yang lebih dikenal dengan tragedi 9/11. Cerita di awal ini lah yang nantinya akan menjadi klimaks di akhir cerita. Menceritakan kejadian sebelum hingga sesaat setelah luruhnya 2 menara kembar WTC di pesawat American Airlines Flight 11 dan di menara utara World Trade Centre.

Delapan tahun kemudian di Wina, Austria. Hanum yang bekerja di salah satu media cetak lokal, Heute ist Wunderbar, mendapat tugas dari atasannya, Gertrud, untuk membuat tulisan yang luar biasa guna menaikkan oplah karena perusahaan di ambang kebangkrutan dengan tema ‘would the world be better without islam?’. Hanum yang merupakan seorang agen muslim merasa ahrus menjawab tantangan tersebut dengan membeikan jawaban ‘no’ untuk artikel tersebut. Dan Hanum harus terbang ke New York untu mewawancarai nara sumber dan meliput 1 windu terjadinya tragedi 9/11. Hanum merasa tidak bisa memutuskan keberangkatannya ke New York seorang diri, dia harus mendiskusikannya dengan Rangga, suaminya. Dan seakan takdir telah menggariskan mereka untuk menjawab tantangan artikel tersebut, keika Hanum menceritakan kegelisahannya pada Rangga, ternyata Rangga juga harus ke Washington DC untuk sebuah acara konferensi dan menemui narasumber untuk kepentingan riset doktoralnya. Hal itu membuat mereka yakin bahwa mereka memang harus terbang ke Amerika.

Hanum dan Rangga membagi jadwal mereka menjadi 3 hari pertama menyelesaikan liputan di Ne York kemudian 3 hari terakhir menghadiri konferensi Rangga di DC. Ketika sampai di New York, Hanum merasa tidak cocok dengan list nama yang diberikan oleh Gertrud sebagai narasumber. Dia bertekad akan mencari sendiri narasumbernya dengan mengandalkan intuisinya. Sampai pada hari terakhir di New York pun Hanum tidak menemukan narasumber yang sesuai. Ketika hari peringatan black tuesday, Hanum bertekad untuk mencari narasumbernya sendiri dan berpisah dengan Rangga. Hanum mewawancari seorang narasumber bernama, Jones yang istrinya meninggal dalam kejadian 9/11 dan Jones adalah salah satu dari demonstran penolakan pembangunan masjid di area Ground Zero. Tanpa disangka terjadi kerusuhan para demonstran penolakan pembangunan masjid di sekitar area Ground Zero yang menyebabkan Hanum tidak bisa menemui Rangga di tempat yang telah dijanjikan sebelum berangkat ke DC. Hanum memutuskan untuk menghubungi Rangga dan menyuruh suaminya berangkat terlebih dahulu ke DC. Hanum terluka karena kerusuhan tersebut dan gagal mengejar bus terakhir ke DC, dan dia memutuskan untuk beristirahat di masjid. Dan di sana lah seolah Tuhan kembali menunjukkan kebesaran-Nya dengan cara mempertemukan Hanum dengan seorang muslim yang bernama Azima.

Malam itu Hanum menginap di rumah Azima. Dan Azima menceritakan bahwa dia adalah seorang musim dan suaminya meninggal pada tragedi 9/11. Saat itu Hanum merasakan dengan intuisinya bahwa Azima adalah narasumber yang tepat. Setelah menjelaskan permasalahannya, akhirnya Azima bersedia menjadi narasumber Hanum. Azima adalah seorang muslim yang telah memilih dengan caranya untuk menjaga imannya tetap kaffah. Setelah kejadian 9/11 Azima memutuskan untuk melepas hijabnya dan menggantinya dengan cara menutupi rambut aslinya dengan rambut palsu. Hal ini dilaukannya karena setelah kejadian 9/11, warga Amerika seakan menolak kehadiran warga muslim, selain itu juga untuk menjaga perasaan ibunya yang menderita alzeimer yang melarangnya memeluk islam. Karena profesi Azima sebagai kurator museum, dia sangat membantu Hanum dalam pengumpulan data untuk artikelnya.

Keesokan harinya, Hanum bertemu dengan Rangga di DC setelah konferensi yang diikuti Rangga selesai. Rangga pun memiliki tugas dari profesor pembimbing doktoralnya untuk mewwancarai dan memastikan seorang jutawan yang menjadi keynote speech dalam konferensi, Phillips Brown, mau menjadi pembicara di kampusnya. Dengan caranya yang tidak terduga, Rangga berhasil berbicara dengan Brown dan meminta kartu namanya.

Karena Hanum kelelahan, Rangga membantunya untuk mengirimkan data-data yang didapat Hanum kepada Gertrud melalui surel. Dan dari data-data tersebut Rangga menemukan sebuah fakta yang tidak terduga dan semakin jelas lah ada garis takdir yang menghubungkan anatara Brown, Azima dan Jones. Sebuah garis takdir yang hanya Tuhan yang bisa melakukannya. Dan menjawab bahwa dunia tidak akan bisa tanpa islam.

Ketika membaca buku ini akan banyak ditemukan tentang kebesaran dan rencana Tuhan lebih indah dari pada rencana yang telah disiapkan oleh manusia. Sebuah kebetulan-kebetulan yang telah dirancang-Nya akan membawa pada jalan takdir yang telah direncanakan-Nya.

DI dalam buku ini juga terdapat sisi romantis dari sepasang suami istri, Rangga dan Hanum, yang saling mencintai. Yang sangat bersyukur bisa dipertemukan kembali setelah terpisah di New York.  Sepasang belahan jiwa yang menyampaikan cintanya dengan caranya masing-masing. Rangga yang selal penuh kejutan dan Hanum yang tidak bisa membaca direction dan mudah tersesat.

Buku ini berbeda dengan buku Hanum sebelumnya yang merupakan perjalanan spiritual ‘nyata’ selama di Eropa. Sementara buku ini adalah perpaduan antara berbagai genre dimensi buku (drama, fakta sejarah dan ilmiah, traveling, spiritual, serta fiksi). Sehingga saya mendapatkan banyak pengetahuan yang sebelumnya saya ketahui tentang tragedi 9/11 dan amerika.

Judul ‘Bulan Terbelah di Langit Amerika’ dipilih karena membelah bulan adalah sebuah mukjizat yang dimiliki Nabi Muhammad SAW untuk menunjukkan kepada kaum kafir tentang kebesaran Allah. Dalam buku ini, menara kembar World Trade Centre yang luluh lantak diibaratkan sebagai bulan yang terbelah. Dengan terbelahnya bulan, sekali lagi Allah ingin menunjukkan kuasa-Nya.

Dari lima bintang, saya memberikan kelima bintang tersebut kepada buku ini. recommended !

Kutipan-kutipan yang saya suka dalam buku ini:

Gagal, coba lagi, gagal, coba lagi, dan seterusnya sampai Tuhan yakin kesungguhan hati ini untuk bertemu dengan narasumber sejati, adalah sebuah keindahan (halaman 89)

Almighty God grath the mind free… All attempts to influence it by temporal punishments or burthens… are a departure from the plan of the Holy Author of our religion… No man shall be compeleed to frequent or support any religious worship or ministry or shall otherwise suffer on account of his religious opinions or belief… (halaman 171)

The more you give your dollars to the needy, the more dollars God the Almighty gives you, with charm. The more you don’t give, maybe the more God the Almighty gives you too, but He gives pain within your dollar (halaman 214)

Kalaupun engkau ingin memporak-porandakan seluruh “menara” di bumi sebagai bentuk kekacauan dirimu, jangan sampai kau meruntuhkan “kedua menara kembar itu”. Dua menara yang menjadi pilar kehidupanmu sesungguhnya : Iman dan Amalan. (halaman 333)

Ukuran : 13.5 x 20 cm
Tebal : 352 halaman
Harga : Rp. 75.000,-
Cover : Softcover
ISBN : 978-602-03-0545-5

Dan ini adalah foto narsis saya dan Vitri bersama penulis buku ini, Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra

IMG-20141026-WA0012
foto bersama penulis Bulan Terbelah di Langit Amerika

Satu tanggapan untuk “resensi : Bulan Terbelah di Langit Amerika

Tinggalkan komentar